Sejak sekitar 5000 tahun yang lalu, manusia
telah mampu melakukan pengelasan. Proses las dilakukan dengan menyambung logam
dengan cara memanaskan dua buah logam sampai mencapai titik leleh dari logam
tersebut. Kemudian dua logam tadi akan ditumpuk dan kemudian dipalu untuk
membentuk ikatan yang kuat. Salah satu bukti ditemukan di Lembah daerah
Kerajaan pada tahun 1922 yang mengisyaratkan bahwa peti jenazah Raja
Tutankhamendiperkirakan dibuat sekitar tahun 1360 SM dengan melibatkan proses
pengelasan. Api untuk memanaskan logam tersebut diperoleh dari pembakaran kayu
atau arang, teknik ini dinamakan teknik las tempa. Namun cara semacam ini tentu
akan memakan banyak waktu dan sangat tidak praktis. Selama berabad-abad, las
tempa dipakai sebagai proses utama untuk menyambung logam tanpa banyak mengalami
perkembangan.
Perkembangan Jenis- Jenis Pengelasan
Las Busur Listrik (Electric Arc Welding)
Setelah energi listrik ditemukan maka
perkembangan proses pengelasan berjalan dengan pesat. Pada tahun 1885 alat-alat las
busur listrik (Electric Arc Welding) ditemukan oleh Bernardes. Las
busur listrik dengan electrode carbon batangan tanpa pembungkus dengan menggunakan
baterai sebagai sumber tenaga listrik. Kelemahan utama proses las listrik
carbon adalah oksidasi yang cukup tinggi pada las yang menyebabkan las menjadi
mudah berkarat, sehingga teknik las ini tidak lagi dipakai.
Las Tahanan (Resistance Welding)
Pada waktu yang hampir bersamaan, tepatnya
pada tahun 1877, seorang ahli fisika dari Inggris bernama James Joule,
menemukanlas tahanan (Resistance Welding). Pada tahun 1856 dia memanaskan dua
batang kawat dengan aliran listrik. Selama proses pemanasan, kedua kawat
tersebut ditekan satu sama lain. Ternyata kedua kawat tersebut saling terikat
setelah selesai dipanaskan. Las tahanan mencapai perkembangan yang
pesat setelah diciptakan berbagai jenis robot. Untuk memenuhi kebutuhan
dikembangkan berbagai bentuk las tahanan listrik yang meliputi las titik,
interval, seam (garis) dan proyeksi. Las ini dalam prosesnya menerapkan panas
dan tekanan. Electrode berfungsi sebagai penyalur arus dan penekanan benda yang
dilas berbentuk plat. Pada perkembangan selanjutnya, resistane welding
menghasilkan beberapa jenis proses pengelasan, sepertilas kilat (Flash Welding) pada
tahun 1920.
Las Thermit (Thermit Welding)
Pada dekade berikutnya, diperkenalkan las thermit
(Thermit Welding). Las thermit diperoleh dengan menuangkan logam cair diantara
dua ujung logam yang akan disambungkan sehingga ikut mencair. Setelah membeku
kedua logam menyatu dan cairan logam yang dituangkan berfungsi sebagai bahan
tambah.
Las Oksigen Acetylene (Oxygen Acetylene
Welding)
Pada tahun 1892 gas acetylene ditemukan
oleh Thomas Leopard Wetson. Campuran gas acetylene dan oksigen dengan perbandingan
dan tekanan tertentu bila dibakar akan menghasilkan suhu yang cukup tinggi
untuk dapat melelehkan logam. Gas oksigen diproduksi dengan cara mencairkan
udara sehingga oksigen murni dapat diambil. Cara ini dilakukan oleh Brins
bersaudara, yaitu orang Perancis pada tahun 1886. Alat untuk membakar campuran
gas acetylene dan oksigen dinamakan brander, ditemukan oleh Fouche dan
Picord. Alat ini mulai digunakan pada tahun 1901. Las ini berhasil menggeser
pemakaian las tempa dan mendominasi proses pengelasan untuk beberapa
dekade sampai dikembangkan las listrik. Pada tahun 1925 las oksigen acetylene
digeser oleh adanya perbaikan las busur listrik dimana las busur tersebut
memakai electrode terbungkus. Setelah terbakar, pembungkus electrode
menghasilkan gas dan terak. Gas melindungi kawah las dari oksidasi pada saat
proses pengelasan sedang berlangsung. Terak melindungi las selama proses
pembekuan hingga dingin (sampai terak dibersihkan). Keterbatasan las busur
electrode batangan adalah panjang elektroda yang terbatas sehingga setiap
periode tertentu pengelasan harus berhenti mengganti elektroda. Bertitik tolak
dari kelemahan tersebut maka pada akhir tahun 1930-an diciptakan las busur
electrode gulungan. Secara prinsip, pengelasan tidak perlu berhenti sebelum
sampai ujung jalur las. Dan pengelasan dapat dilakukan dengan cara semi
otomatis atau otomatis. Sebagai pelindung dipakai flux. Flux dituangkan
sesaat di muka electrode sehingga busur nyala listrik terpendam olehflux. Keuntungannya,
operator tidak silau oleh busur nyala listrik, kelemahannya, las terbatas pada
posisi di bawah tangan saja pada posisi lain flux akan jatuh berhamburan
sebelum berfungsi.
Las TIG (Tungsten Inert Gas)
Pada tahun 1941 di Amerika ditemukan
electrode Tungsten. Tungsten tidak mencair oleh panasnya busur nyala listrik
sehingga tidak terumpan dalam lasan. Sebagai pelindung dipakai gas inti (Inert)
yang untuk beberapa saat dapat bertahan pada kondisinya. Gas inti disemburkan
ke daerah las sehingga las terhindar dari oksidasi. Karena menggunakan las inti
sebagai bahan pelindung, las ini sering disebut las TIG (Tungsten Inert
Gas). Keberhasilan pemakaian gas inti pada alas tungsten dicoba pula pada alas
elektroda gulungan pada awal tahun 1950-an. Proses ini selanjutnya disebut Gas
Metal Arc Welding (GMAW)atau las MIG (Metal Inert Gas). Karena gas argo
sangat mahal maka dipakai gas campuran argon dan oksigen atau gas CO yang cukup
aktif. Las ini biasa disebut dengan Metal Aktif Gas (MAG). Dapat pula
dipakai pelindung campuran argon dengan CO selama tidak lebih dari 20% hasilnya
cukup baik karena tidak meninggalkan terak. Perlu diketahui bahwa gas pelindung
sangat mahal, maka cara tersebut hanya dipakai untuk keperluan khusus.
Las Busur Berinti Flux (Flux Core Arc
Welding)
Berikutnya ditemukan las busur electrode
gulungan dengan pelindung lasan berupa serbuk. Supaya dapat dipakai pada segala
posisi, elektroda dibuat berlubang seperti pipa untuk menempatkan flux. Proses
ini lebih murah dari pada las busur gas, dapat untuk segala posisi dan teknik
pengelasan dapat dikembangkan secara semi otomatis atau otomatis penuh las ini
disebut las busur berinti flux (Flux Core Arc Welding).
Las Stud (Stud Welding)
Selanjutnya ada elektroda sebagai komponen
yang akan dipasang pada bagian lain. Las ini disebut las stud. Stud terpasang
pada benda utama melalui tiga tahap yaitu tata letak posisi, pencarian ujung stud dan
benda utama dan penekanan stud pada benda utama sesaat setelah busur
nyala dimatikan.
Las Induksi (Induction Welding)
Setelah itu dikembangkan las listrik
frekuensi tinggi yaitu 10.000 sampai 500.000 Hz. Las listrik
frekuensi tinggi sering disebut las induksi. Ditinjau dari proses
penyatuan benda yang dilas, las ini termasuk las padat yang dibantu dengan
panas untuk memecah lapisan oksidasi atau kotoran pada permukaan benda yang
dilas. Panas yang dihasilkan sangat tipis di permukaan benda yang dilas
sehingga las ini sangat cocok untuk plat tipis.
Las Electron (Electron Beam Welding)
Pada tahun 1950-an, energi listrik diubah
menjadi seberkas electron yang ditembakkan pada benda yang akan dilas. Panas
yang dihasilkan lebih besar dan dimensi bekas electron jauh lebih kecil dari
busur nyala listrik, proses pengelasan sangat cepat sehingga sangat cocok untuk
produksi masal. Daerah panas menjadi lebih sempit sehingga sangat cocok untuk
bahan yang sensitif terhadap perubahan panas. Kualitas las sangat baik dan
akurat, hanya saja peralatannya sangat mahal. Cara ini biasa disebut las
electron (Electron Beam Welding).
Las Gesek (Friction Welding)
Pada tahun 1950, AL Chudikov, seorang ahli
mesin dari Uni Sovyet, mengemukakan hasil pengamatannya tentang teori tenaga
mekanik dapat diubah menjadi energi panas. Gesekan yang terjadi pada
bagian-bagian mesin yang bergerak menimbulkan banyak kerugian karena sebagian
tenaga mekanik yang dihasilkan berubah menjadi panas. Chudikov berpendapat,
proses demikian mestinya bisa dipakai pada proses pengelasan. Setelah melalui
percobaan dan penelitian dia berhasil mengelas dengan memanfaatkan panas yang
terjadi akibat gesekan. Untuk memperbesar panas yang terjadi, benda yang dilas
tidak hanya diputar, tetapi juga ditekan satu terhadap yang lain. Tekanan juga
berfungsi mempercepat fusi. Cara ini disebut las gesek (Friction Welding).
Las Busur Plasma (Plasma Arc Welding)
Las busur plasma (Plasma Arc Welding).
Proses plasma sebenarnya merupakan penyempurnaan las tungsten, hanya saja busur
nyala listrik tidak muncul diantara elektroda dengan benda yang akan di las,
tetapi muncul antara ujung elektroda dengan gas inti yang mengalir di
sekitarnya. Las plasma ternyata lebih baik dari las tungsten karena busur nyala
listrik yang muncul lebih stabil dengan diameter lebih kecil sehingga panasnya
lebih terpusat. Proses pengelasan bisa berjalan dengan lebih cepat, disamping
itu tungsten tidak pernah menyentuh benda yang dilas.
Las Ultrasonik (Ultrasonic Welding)
Awal tahun 1960 ditandai dengan penemuan
las yang menggunakan suara frekuensi tinggi (Ultrasonic Welding). Las ini juga
menggunakan listrik dalam proses kerjanya, tidak ada aliran listrik pada benda
yang dilas, panas yang ditimbulkan semata-mata hasil proses dan sifatnya hanya
membantu dalam proses penyatuan benda yang dilas. Suara yang digunakan berkisar
antara 10.000 sampai 175.000 Hz, getaran suara disalurkan melalui sosotrode
yang dipasang pada benda yang dilas. Kemudian tekanan diterapkan pada benda
yang dilas selama proses. Kelebihan proses ini adalah sesuai untuk benda tipis
dan tidak terpengaruh jenis bahan yang disambungkan. Tidak dipakainya energi
panas sebagai energi utama merupakan kelebihan sendiri pada bahan tertentu dan
tipis, hanya saja kurang berhasil untuk ketebalan benda yang dilas diatas 2,5 x
2 mm.
Las Ledakan (Explosive Welding)
Las ledakan dikembangkan dari
pengamatan seseorang di masa Perang Dunia I, dimana terdapat pecahan-pecahan
bom yang melekat kuat pada logam lain yang tertumbuk. Carl dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa pecahan bom tersebut menempel karena efek jet pada saat
terjadi tumbukan. Efek jet mampu membersihkan kotoran yang melekat pada
permukaan kedua benda sehingga terjadi kontak antar atom kedua benda dan
menghasilkan ikatan yang cukup kuat.
Las Laser (Laser Welding)
Pada tahun 1955 para ahli fisika berhasil
menemukan sinar laser, secara sederhana dapat dikatakan sinar yang diproduksi
pada panjang gelombang tertentu dan paralel, kemudian diperbesar, sinar
tersebut selanjutnya akan difokuskan. Panas yang dihasilkan pada titik fokus
sangat tinggi. Menjelang tahun 1970, laser mulai diterapkan pada alas, laser
sebagai sinar dapat diatur secara akurat sehingga las laser sangat sesuai untuk
peralatan-peralatan khusus. Las laser dapat dipakai untuk mengelas benda-benda
dengan ketebalan 0,13 mm sampai 29 mm pada kecepatan geser berkisar dari 21
mm/dt sampai 1,2 mm/dt. Persoalan yang timbul pada alas laser sama halnya
dengan las electron, kerenggangan benda yang dilas sangat kecil antara 0,03
sampai 0,15.
Perbedaan Mengelas, Membrasing dan
Menyolder
Mengelas
Mengelas adalah menyambung dua bagian logam
atau lebih dengan jalan memanaskan bagian logam yang akan disambung beserta
bahan tambahannya (bila menggunakan) sehingga mencapai titik cair logam
tersebut kemudian keduanya dipadukan sehingga dapat bercampur satu dengan yang
lain, dan setelah dingin sambungan akan menyatu dengan kuat.
Membrasing Membrasing termasuk cara
menyambung logam, hanya kalau di sini benda yang akan disambung dipanaskan
sampai di atas 475 derajat celcius di bawah titik cairnya. Bahan tambahnya yang
digunakan biasanya dari logam non ferro, misalnya kuningan atau perak. Agar
hasil pembrasingan baik, maka perlu menggunakan flux.
Menyolder
Adalah suatu cara menyambung dengan
menggunakan logam pengisi. Biasanya logam pengisi mempunyai titik cair yang
lebih rendah dari logam yang akan disolder. Untuk mencairkan logam pengisi
tidak digunakan api langsung ke benda yang akan disambung, melainkan
menggunakan solder yang dipanasi terlebih dahulu. Panas yang diperlukan
kira-kira di bawah 450 derajat celcius. Logam pengisi yang digunakan adalah
dari bahan paduan timbal
.
0 Response to "Sejarah pengelasan dan jenis jenisnya"
Post a Comment